Selasa, 29 November 2016

Sayang



Sayang.

aku. . .

dalam. . .

ke-sen-di-ri-an. . .

menatapmu. . .

tajam. . .

dalam. . .

gelap. . .

selamat. . .

malam. . .

sayang. . .

Manakala




Aku lelah
Manakala rintik hujan telah berubah menjadi hujan
Manakala hujan bercampur petir dan angin
Manakala hujan akhirnya menggenangi darat

Aku bosan
Manakala kau langkahkan kakimu
Manakala kau berlari
Manakala kau terjatuh dan berlari lebih kencang
Manakala kau semakin jauh dariku

Aku sakit
Manakala kau menjatuhkanku

Aku



aku ingin

aku lakukan

aku berhasil

aku gagal

aku disegani

aku dikucilkan

aku bahagia

aku sengsara

aku bangkit

aku terjatuh

aku. . .

Minggu, 27 November 2016

Pemulung=Pencuri?





Pagi ini…
Ribuan tetesan air hujan jatuh mengadu genting, memantul kededaunan, lalu berakhir diaspal, dan menyelinap diantara sela-sela retakan tanah yang tak beraturan, menyerap hingga melunakkannya. Kelompok semut rang-rang lari pontang-panting merayap mencari lubang-lubang dipepohonan yang tidak begitu tinggi agar tak terbawa arus.

Pagi ini hujan, untuk pertama kalinya setelah dua minggu lalu aku diguyur hujan dalam perjalananku menuju kampus. Sekitar pukul tiga pagi tadi, ku dengar suara petir menyambar dengan ganasnya membangunkanku dari tidur nyenyakku. Itu tidak membuatku membencinya. Membenci petir. Tidak. Berkat petir itu aku tersadar dari tidurku. Tuhan masih menyayangiku.

Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya dengan rutinitas yang itu-itu saja. Yang bakal membosankan bila tidak diakali. Kita hidup mungkin untuk itu-itu saja.  Bertemu dengan orang itu-itu saja. Bekerja yang itu-itu saja. Pergi ke tempat itu-itu saja. Intinya melakukan yang itu-itu saja. Tidak membosankan atau agak membosankan sebenarnya, karena kalau sudah benar-benar bosan bersiaplah untuk meninggalkan dunia ini. Dunia yang kata kebanyakan orang adalah fana.
Seperti biasanya, bangun dari tidur kumandi, mengambil air wudhu, mengenakan pakaian, menggunakan mukena, lalu solat. Berhubung hari ini libur, aku putuskan untuk duduk santai mengutak-atik dokumen dilaptop sambil menikmati pisang goreng hangat buatan ibu ditemani rintik hujan di luar.

Terdengar samar-samar keributan dari luar, ya sekitar lima hingga enam meter dari tempatku duduk saat ini. Ternyata itu adalah suara ibu dan bapakku. Suara ribut itu bukan mempermasalahkan uang belanja yang kurang, atau bensin motor yang dipakai hingga habis, atau mengenai dengkuran bapak malam tadi, atau karena ibu belum mandi meski matahari sudah sedikit mengintip kami, atauuuuuuuuuuu atau karena ibu berbincang dengan lelaki muda depan rumah? Atauuuu karena bapak melirik wanita di depan rumah??? Bukan. Bukan itu. Kumpulan besi di depan pagar menghilang begitu saja. Entah sejak kapan. Padahal kemarin sore setelah maghrib, besi-besi itu masih duduk manis di atas tumpukkan genteng. Ya. Rumah ini sedang direnovasi. Menghilangnya besi, mendadak menjadi misteri. Namun, dengan cepat walau tak secepat kilat menyambar tadi subuh, ibu langsung berpendapat “Pasti pemulung.” Dengan cepat pula semua orang menyetujuinya. Mereka menjadi dongkol karena besi-besi itu adalah besi-besi pilihan yang masih bagus untuk digunakan hari ini. Namun apalah daya, yang hilang sulit untuk kembali apalagi tidak tahu siapa yang mengambil.

Misteri hilangnya besi bukan hanya hari ini. Apabila meletakkan barang di depan rumah, lebih tepatnya di luar pagar, barang hilang begitu saja. Anehnya, genteng-genteng di depan rumah sekitar 50 genteng, berhari-hari tidak ada yang mengambil. Mungkin karena berat hehe…
Saat itu juga ibu berbicara, “Pemulung sama saja dengan pencuri kalau tidak bilang-bilang.” Sapaan tetangga mengakhiri perbincangan misteri hilangnya besi pagi ini…
Kembaliku duduk di depan laptop, bukan untuk mengutak-atik dokumen di laptop, melainkan membuka lembaran baru dimicrosoft Word untuk menulis cerita ini. 

Salam Pisang Goreng Hangat yang Setia Menemaniku Menulis Pagi Ini ^_^

Mendadak Jadi Guru atau Menggurui?



Mendadak Jadi Guru atau Menggurui?
Sebuah Tulisan Singkat yang Agak Sentimentil namun Tetap Berakal
Oleh: Kiki Noffitri

Tulisan ini berawal dari maraknya berita pernikahan dimedia sosial. Tulisan ini juga muncul dari kegelisah terhadap berita-berita tersebut. BBM, Fb, Ig, twitter, dll memuat berita mengenai pernikahan.

Saya tidak tahu apakah ini dapat disebut berita atau bukan. Menurut kamusnya orang Indonesia yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa hangat. Mungkin kita bisa menyebutnya informasi? Kembali kita menilik kepada KBBI bahwa yang dinamakan informasi adalah pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu.

Lalu, apa yang saya lihat dimedia sosial? Beberapa teman setelah menikah banyak mengekspos foto-foto bersama pasangannya. Hal itu tidak menjadi masalah, mungkin mereka merasa telah menjadi halal sehingga mereka banyak mengekspos kemesraan dimedia sosial. Aktivitas seperti itu tidak lain adalah untuk berbagi kebahagian dengan orang lain. Sang pengantin baru ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang sekitar mereka. Mereka juga dengan tidak sengaja memberitahu orang-orang yang belum tahu hubungan mereka. Hal-hal seperti itu positif dan biasa saja.

Namun, apa jadinya kalau sang pengantin seketika berubah menjadi guru. Yah, lebih tepatnya menggurui. Pernah saya buka salah satu media sosial dan dia menuliskan bahwasanya jodoh tidak jauh dari sekitar kita. Permasalahannya bukan itu, tapi ia menuliskan “untuk apa pacaran lama-lama, lebih baik kenal beberapa bulan lalu menikah. Seperti saya yang kenal beberapa bulan lalu suami saya melamar. Lebih baik langsung menikah saja daripada pacaran berlama-lama”. Mungkin pembaca yang membaca tulisan ini pernah melihat hal-hal tersebut dimedia sosial, atau bahkan mendengar secara langsung.
Ya. Saya setuju apabila dengan tulisan orang tersebut. Barangkali ia ingin mengingatkan betapa pentingnya menikah daripada pacaran, dan mungkin orang tersebut tahu bahaya-bahaya berpacaran. Coba lihat dari sisi lain, apakah orang lain juga memiliki nasib seperti dia? Banyak pula yang berpacaran namun tidak kunjung menikah karena beberapa alasan bukan karena ingin terus-terusan pacaran. Beberapa alasan tersebut seperti belum siapnya batin, belum adanya dana, belum mendapatkan restu, atau lain sebagainya. Adapula yang tidak pernah pacaran dan tak kunjung menikah. Bukankah jodoh itu sudah ada yang mengatur? Jadi, sebentar lamanya pacaran, atau tidak pernah pacaran, atau yang baru kenal lalu malamnya langsung dilamar, sebenarnya sudah diatur. Jadi, tidak bisa menyamaratakan begitu saja. Yuk, tengok sisi lain dari kehidupan inu bukan tiba-tiba menggurui begitu saja.

Mungkin tidak sedikit yang sentiment terhadap pernyataan orang tersebut namun tidak sedikit pula yang setuju. Saya adalah salah satu di antara dua kelompok orang tersebut, entahlah yang mana. Mungkin pembaca bisa menilainya sendiri melalui tulisan saya ini.

Entri yang Diunggulkan

Stephen Edelston Toulmin

 Sumber: google.com Tidak asing lagi seorang tokoh dunia yang sangat berpengaruh karena telah menyumbangkan ilmunya. Dia ada...