Apresiasi dan Kreasi Sastra
Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi dan Kreasi Sastra
Dosen: Jamal D. Rahman, Drs.,M.Hum
Disusun Oleh
Kiki Noffitri
(1112013000021)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Jl. Ir. H.
Juanda No.95 Ciputat Tangerang 15412 Tlp: (021) 7401925
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas saya ucapkan kepada Allah STW, karena dengan bimbinganNya maka saya bisa
menyelesaikan makalah Apresiasi dan Kreasi Sastra ini dengan
tepat waktu.
Makalah ini
dibuat dengan berbagai referensi dalam
jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan
terima kasih kepada pihak terkait yang
telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Karena setiap manusia tidak luput dari tempatnya
salah dan keliru. Oleh karena itu saya mengundang
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima
kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita
semua.
Jakarta, 19 September 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I
PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan 1
4. Metode 1
BAB II
PEMBAHASAN 2
1. Pengertian Puisi 2
2. Jenis Puisi 3
3. Pantun 3
4. Ciri-Ciri
Pantun 4
5. Macam-macam pantun 5
6. Pantun Pengiring Lagu 6
7. Perkembangan Pantun 7
BAB III PENUTUP 9
1. Kesimpulan 9
2. Daftar Pustaka 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Di dalam makalah ini kami
membahas mengenai pantun,
sebagaimana telah kita ketahui pantun termasuk karya sastra puisi lama. Pantun
sering kita dengar di mana saja, dalam percakapan, acara-acara penting,
kegiatan sehari-sehari, bahkan sering kita di radio ada acara yang
mengkhususkan untuk berpantun. Pantun kerap kali kita ketahui hanya sastra
lisan semata, tetapi perlu diketahui bahwa pantun kini terdapat pantun
tertulis, pantun yang ditulis, dikumpulkan, dan dipublikasikan secara luas,
tetapi pantun juga harus dibacakan secara lisan agar terlihat nilai estetika
yang terkandung di dalamnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
saja yang dimaksud puisi dan lama?
2. Apa pengertian pantun?
3. Apa saja jenis-jenis pantun yang telah berkembang?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan
makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Apresiasi
dan Kreasi Sastra dan memberikan pengetahuan kepada pembaca agar mengetahui
mengenai pantun dengan baik dan benar.
D. Metode
Dalam pembuatan makalah
ini kami menggunakan metode studi pustaka dari berbagai sumber buku yang sesuai
dengan materi yang saya
bahas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puisi
Hampir
dalam setiap bahasa daerah di Indonesia dikenal jenis karya sastra berbentuk
puisi yang sudah mempunyai ikatan metric tertentu sehingga dapat dinyanyikan
menurut pola lagu yang sudah dikenal baik dalam masyarakat. Karya-karya
demikian penuh dengan keajaiban, kesaktian, nasihat, dan petuah ditulis dengan
bahasa tinggi yang sering merupakan klise, sehingga sudah dikenal dan dihapal oleh
para pengemarnya.[1]
Puisi
merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia,
alam, dan Tuhan sang pencipta, melalui media bahasa yang estetik yang secara
padu dan utuh, dalam bentuk teks yang dinamakan puisi. M.Atar Semi mengutip beberapa pendapat ahli sastra
tentang pengertian puisi: a) Willia Worsworth: poetry is the best word in the best order (puisi adalah kata-kata
yang terbaik dalam sususan yang terbaik); b) Leight Hunt: poetry is imaginative passion (puisi adalah luapan perasaan yang
imajinatif); c) Mathew Arnold: poetry is
critism of life (puisi merupakan kritik kehidupan); d) Herbert Read: poetry is intuitive, imajinative, and
synthetic (puisi bersifat intuitif, imajinatif, dan sintetik)
Di balik
kata-katanya yang ekonomis, padat, dan oadu tersebut puisi berisi potret
kehidupan manusia. Puisi menyuguhkan persoalan-persoalan kehidupan manusia juga
manusia dalam hubungannya dengan alam, dan Tuhan sang pencipta. Masalah
kehidupan yang disuguhkan penyair dalam puisinya tentu saja bukan sekedar
refleksi realitas penafsiran, kehidupan, rasa simpati kepada kemanusiaan,
renungan mengenai penderitaan manusia dan alam sekitar) melainkan juga enderung
mengekspresikan hasil renungan penyair tentang dunia metafisis, gagasan-gagasan
baru ataupun sesuatu yang belum terbayangkan dan terpikirkan oleh pembaca,
sehingga puisi sering dianggap mengandung suatu misteri.
B.
Jenis Puisi
Jenis puisi
dalam sastra Indonesia dikenal ada puisi lama (tradisional), puisi baru
(modern), dan puisi kontemporer. Jenis puisi lama seperti: bidal, pantun,
syair, gurindam, talibun, seloka, karmina (pantun kilat). Jenis puisi baru
seperti: epik, balada, soneta, ode, elegy, epigram, satire, romanis, dan
puisi-puisi berdasarkan jumlah baris seperti distikon, terzina, kuatern, kuint,
sekstet, septima, stanza, soneta.[2]
C.
Pantun
Tradisi lisan
di mana pun, merupakan asal muasal puisi modern. Bahkan cukup aman untuk
mengatakan bahwa pada dasarnya puisi modern pun yang ditulis berdasarkan
prinsip keberaksaraan, memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan prinsip
kelisanan. Piranti puisi seperti rima, irama, pengulangan, aliterasi, asonansi,
dan kesejajaran menunjukkan membuktikan bahwa puisi tulis dan cetak memang
harus “dilisankan” untuk mendapatkan keindahan dan maknanya meskipun tentu kita
tidak perlu melisankan secara keras, tetapi cukup dalam pikiran kita. Dalam
perkembangan puisi kita pengembangan berbagai jenis tradisi lisan itu masih nampak
sampai sekarang, seperti yang tampak dalam penggunaan bentuk-bentuk pantun dan
mantra. Pantun dan mantra merupakan bentuk tradisi lisan kita yang boleh dikatakan
“asli”, meskipun istilah itu bisa saja dimasalahkan.[3]
Pantun merupakan satu di antara sekian banyak genre
kesusastraan yang lahir dan berkembang di nusantara. Pada mulanya, istilah
pantun ini berasal dari bahasa Minangkabau “patuntun” yang berarti penuntun.
Namun ternyata, istilah pantun ini pun dikenal juga di kalangan masyarakat
Jawa, Sunda, Batak, dan Melayu.
Dalam masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan istilah
“parikan.” Dalam masyarakat Sunda dikenal dengan sebutan “paparikan”. Sementara
masyarakat Batak mengenal pantun dengan istilah “umpasa” (dibaca uppasa). Masih
tentang pantun, dalam bahasa Melayu, pantun dikenal dengan istilah “quatrain”.
Pantun adalah sebuah
karya sastra lama yang terikat oleh aturan jumlah bait, baris, dan rima akhir.
Pantun digunakan untuk mencurahkan isi hati seseorang.
D.
Ciri-Ciri Pantun:
1.
Satu bait terdiri dari 4 baris atau larik
2.
Tiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
3.
baris kesatu dan kedua merupakan sampiran, sedangkan
baris ketiga dan keempat merupakan isi atau maksud, dan
4.
Rima atau sajak akhir a – b – a – b
Surabaya berupa-rupa
Sapu tangan jatuh di lumpur
Hendak lupa tak dapat lupa
Lupa sebentar di waktu tidur[4]
Kapal belayar dari Belawan
Berlabuh tentang Pulau Tujuh
Kalau terkenang kepada tuan
Hati di dalam hancur luluh[5]
Dalam pantun selalu ada dua dimensi yaitu pertama yang
disebut sampiran. Konvensi mengatakan bahwa tidak ada yang sungguh-sungguh
dengan sampiran. Sampiran semata-mata diciptakan sebagai pengantar menuju isi
yang sebenarnya dalam dua larik berikutnya. Bila kita berpedoman pada Kamus
Besar Bahasa Indonesia hal yang sama ditegaskan lagi di sana ketika tentang
sampiran dikatakannya sebagai berikut: “Paruh pertama pada pantun, yaitu baris
kesatu dan kedua berupa kalimat-kalimat yang biasanya hanya merupakan persediaan
bunyi kata untuk disamakan dengan bunyi kata pada isi pantun (biasanya
kalimat-kalimat pada sampiran tak ada hubungan makna dengan kalimat-kalimat
pada bagian isi)”.[6]
E.
Macam-macam
pantun
Pantun banyak macamnya, pantun nasihat, orang tua,
anak-anak, bahkan muda-mudi. Isi dari pantun menerangkan maksud dan tujuan
kepada si pendengar. Di bawah ini beberapa contoh pantun:
a.
PANTUN ANAK-ANAK
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
b.
PANTUN ORANG MUDA
Contoh :
Ikan duyung di laut biru
Contoh :
Ikan duyung di laut biru
Ikan impian
dalam kenangan
Ada kabar adinda rindu
Lewat laut pun kanda berenang
c.
PANTUN ORANG TUA
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
d.
PANTUN JENAKA
Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
e.
PANTUN TEKA-TEKI
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
f.
PANTUN AGAMA
Misi gereja
di hari minggu
Sembahyang
di mesjid hari jumat
Manusia
pasti bersatu
Kalau Tuhan
member rahmat
F.
Pantun Pengiring
Lagu
Pantun dapat
digunakan dalam nyanyian, diantaranya adalah:
Ayam jago jangan
diadu
Kalau diadu jenggernya
merah
Baju ijo jangan
diganggu
Kalau diganggu
yang punya marah
Jalan-jalan ke
kota Paris
Lihat gedung
berbaris-baris
Saya cinta sama
si kumis
Orangnya ganteng
sangat romantis[7]
G.
Pantun telah mengalami
berbagai macam perkembangan hingga tercipta bentukan baru dari pantun, seperti
karmina, seloka(pantun berkait)
dan talibun. Karmina merupakan bentukan atau versi baru dari pantun yang lebih
ringkas karena hanya terdiri atas 2 baris, sedangkan talibun adalah versi
panjang dari pantun yang terdiri atas 6 baris atau lebih. Namun seloka, talibun, dan karmina bukan pantun
tetapi tetapi termasuk ke dalam puisi lama seperti halnya pantun.
a.
SELOKA (PANTUN BERKAIT)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja
sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
CIRI-CIRI SELOKA:
CIRI-CIRI SELOKA:
1.
Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai
sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.
2.
Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai
sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga dan seterusnya
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
b.
TALIBUN
Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi
harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
-
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga
sampiran dan tiga isi.
-
Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat
sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
c.
PANTUN KILAT ( KARMINA )
CIRI-CIRINYA :
CIRI-CIRINYA :
a.
Setiap bait terdiri dari 2 baris
b.
Baris pertama merupakan sampiran
c.
Baris kedua merupakan isi
d.
Bersajak a – a
e.
Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pantun termasuk ke dalam puisi lama, puisi lama
merupakan latar belakang lahirnya puisi modern dan puisi kontemporer. Puisi
lama memiliki banyak aturan yang mengikatnya berbeda dengan puisi modern yang
tidak terikat oleh beberapa aturan. Puisi lama sangat patuh terhadap konvensi
yang ada, seperti jumlah bait, rima, maupun baris.
Pantun sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari
oleh orang tua, anak-anak, maupun muda-mudi. Walaupun pantun merupakan karya
sastra yang terhitung tua karena kehadirannya telah ada sudah lama namun pantun
tetap bisa bertahan hingga abad ke-20 ini. Banyak karya sastra lain yang
merambah luas di masyarakat kini, pantun tetap menjadi pilihan sebagian orang
dikarenakan sifatnya yang elastis, bisa dipakai dalam situasi apapun. Seiring
perkembangan pantun, pantun memiliki bentukan baru yang disebut seloka,
talibun, dan karmina.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Damono Sapardi. Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2004
Gawa John. Kebijakan
dalam 1001 Pantun. Jakarta: Buku Kompas. 2007
Mafrukhi,
dkk. Kompetensi Berbahasa Indonesia Jilid
3. Jakarta: Erlangga. 2006
Rosidi Ajip. Kapankah
Kesusteraan Indonesia Lahir?. Jakarta: Gunung Agung. 1983
Widjoko dan Endang Hidayat Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung:
UPI PRESS. 2007
[2] Widjoko dan Endang
Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra
Indonesia, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm 51-52
[3] Sapardi Djoko Damono, Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004) hlm 6
[5] Drs. Mafrukhi, M.Pd,dkk, Kompetensi Berbahasa Indonesia Jilid 3,
(Jakarta: Erlangga, 2006), hlm 11
makalahnya bagus lho.boleh di download, Ki ? Mohon izin untuk diambil sebagian isinya boleh kan ? saya di daerah yang jauh dari perpustakaan yang lengkap.
BalasHapusTentu Boleh ^^
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusberbagi info situs dunia pendidikan bahasa dan sastra indonesia, cek disini planetxperia.blogspot.com
BalasHapus